Senin, 29 November 2010

Kamis, 11 November 2010

Eric Sayang Mommy

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.



Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”

“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”

Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”

Saya pun membaca tulisan di kertas itu…

“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”

Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan… katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”

Malaikat Kecilku

Setiap hari Jum’at, selepas menunaikan shalat Jum,at, seorang Imam dan anaknya yang berusia 9 tahun selalu berjalan menyusuri jalan di kota kecil itu dan menyebarkan artikel “Jendela Surga” dan beberapa karya Islami yang lain. Pada satu Jum’at yang indah, pada ketika Imam dan anaknya itu hendak keluar, seperti biasa membagi-bagikan Artikel Islam itu, hari itu menjadi amat dingin dan hujan mulai turun. Anak kecil itu mengenakan jas hujan seraya berkata “Ayah! Saya sudah siap” Ayahnya terkejut dan berkata “Siap untuk apa?”. “Ayah bukankah ini saatnya kita akan keluar untuk membagi-bagikan Artikel Risalah Allah”

“Anakku! Bukankah di luar hujan begitu lebat dan udara sangat dingin” “Ayah bukankah masih ada manusia yang akan tersesat dan masuk neraka walaupun ketika hujan turun?” Ayahnya menambah “Iya tapi Ayah tidak sanggup keluar dalam cuaca begini” Dengan merintih anaknya merayu “Ijinkan saya pergi ayah?” Ayahnya berasa agak ragu-ragu namun menyerahkan artikel-artikel itu kepada anaknya “Pergilah nak dan berhati-hatilah. Allah bersamamu!” “Terima kasih Ayah” Dengan wajah bersinar-sinar anak itu pergi meredah hujan dan tubuh kecil itu hilang dalam kelebatan hujan.

Anak kecil itu pun membagikan artikel-artikel tersebut kepada siapa pun yang dijumpainya. Begitu juga dia akan mengetuk setiap rumah dan memberikan artikel itu kepada penghuninya. Setelah dua jam, hanya tersisa satu artikel “Jendela Surga” ada pada tangannya. Dia merasa tanggung jawabnya tidak selesai jika masih ada artikel di tangannya. Dia berputar-putar ke sana dan ke mari mencari siapa yang akan diberi artikel terakhirnya itu namun gagal. Akhirnya dia melihat satu rumah yang agak menjorok ke dalam dari jalan itu dan akhirnya dia melangkahkan kakinya menghampiri rumah itu. Dan begitu sampai di depan rumah itu, lantas ditekannya bel rumah itu sekali. Ditunggunya sebentar dan ditekan sekali lagi namun tiada jawaban. Diketuk pula pintu itu namun tidak juga ada jawaban. Seolah ada sesuatu yang memeganginya sehingga anak itu enggan pergi, mungkin rumah inilah harapannya agar artikel ini diserahkan. Dia mengambil keputusan menekan bel sekali lagi. Akhirnya pintu rumah itu dibuka. Berdiri di depan pintu adalah seorang perempuan sekitar umur 50 tahun. Mukanya suram dan sedih. “Nak, apa yang bisa ibu bantu?” Wajahnya bersinar-sinar seolah-olah malaikat yang turun dari langit. “Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu. Saya datang ini hanya ingin menyerahkan artikel terakhir ini dan Ibu adalah orang yang paling beruntung”. Dia senyum dan tunduk hormat sebelum melangkah pergi. “Terima kasih nak dan Tuhan akan melindungi kamu” Dengan nada yang lembut. Minggu berikutnya sebelum waktu shalat Jum’at dimulai, seperti biasa Imam naik ke atas mimbar untuk memberikan informasi sekitar masalah dan perkembangan yang terjadi di masjid itu. Sebelum selesai dia bertanya ” Ada yang ingin bertanya sesuatu?”

Tiba-tiba ada yang bangun dengan perlahan dan berdiri. Dia adalah perempuan separuh baya. “Saya rasa tidak ada yang mengenal saya. Saya tak pernah hadir ke majlis ini. Untuk anda sekalian ketahui, bahwa saya bukanlah orang islam. Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu dan meninggalkan saya seorang diri dalam dunia ini.” Air mata mulai bergenang di kelopak matanya. “Pada hari Jum’at lalu saya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Jadi saya ambil kursi dan tali. Saya ikat ujung tali di galang atas dan ujung satu lagi saya ikatkan di leher. Ketika saya mau terjun, tiba-tiba bel rumah saya berbunyi. Saya tunggu sebentar, pada anggapan saya, siapa pun yang menekan itu akan pergi jika tidak dijawab. Kemudian ia berbunyi lagi. Kemudian saya mendengar ketukan dan bel ditekan sekali lagi”. “Saya jadi penasaran siapakah yang datang, sehingga saya longgarkan tali di leher dan terus pergi ke pintu” “Seumur hidup saya belum pernah saya melihat anak yang comel itu. Senyumannya benar-benar ikhlas dan suaranya seperti malaikat”. “Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu” Itulah kata-kata yang paling indah yang saya dengar”. “Saya melihatnya pergi kembali menyusuri hujan. Saya kemudian menutup pintu dan terus baca artikel itu. Akhirnya kursi dan tali kuletakkan kembali ditempat semula. “Aku tak perlukan itu lagi”. “Lihatlah, sekarang saya sudah menjadi seorang yang bahagia, Di belakang artikel terdapat alamat ini dan itulah sebabnya saya di sini hari ini dan saya ingin masuk islam. Jika tidak disebabkan malaikat kecil yang datang pada hari itu tentunya saya sudah menjadi penghuni neraka”

Tak satu pun anak mata di masjid itu yang masih kering. Ramai pula yang berteriak dan bertakbir “ALLAHUAKBAR!” Imam lantas turun dari mimbar dan memeluk anaknya yang berada di kaki mimbar dan tak terasa air matanya pun mengalir. Hari Jum’at ini adalah hari paling indah dalam hidupnya. Tiada anugerah yang amat besar dari hari ini. Yaitu anugerah yang sekarang berada di dalam pelukannya. Seorang anak laksana malaikat. Biarkanlah air mata itu menetes. Air mata itu anugerah ALLAH kepada makhlukNya yang penyayang.

Malaikat Kecilku

Setiap hari Jum’at, selepas menunaikan shalat Jum,at, seorang Imam dan anaknya yang berusia 9 tahun selalu berjalan menyusuri jalan di kota kecil itu dan menyebarkan artikel “Jendela Surga” dan beberapa karya Islami yang lain. Pada satu Jum’at yang indah, pada ketika Imam dan anaknya itu hendak keluar, seperti biasa membagi-bagikan Artikel Islam itu, hari itu menjadi amat dingin dan hujan mulai turun. Anak kecil itu mengenakan jas hujan seraya berkata “Ayah! Saya sudah siap” Ayahnya terkejut dan berkata “Siap untuk apa?”. “Ayah bukankah ini saatnya kita akan keluar untuk membagi-bagikan Artikel Risalah Allah”

“Anakku! Bukankah di luar hujan begitu lebat dan udara sangat dingin” “Ayah bukankah masih ada manusia yang akan tersesat dan masuk neraka walaupun ketika hujan turun?” Ayahnya menambah “Iya tapi Ayah tidak sanggup keluar dalam cuaca begini” Dengan merintih anaknya merayu “Ijinkan saya pergi ayah?” Ayahnya berasa agak ragu-ragu namun menyerahkan artikel-artikel itu kepada anaknya “Pergilah nak dan berhati-hatilah. Allah bersamamu!” “Terima kasih Ayah” Dengan wajah bersinar-sinar anak itu pergi meredah hujan dan tubuh kecil itu hilang dalam kelebatan hujan.

Anak kecil itu pun membagikan artikel-artikel tersebut kepada siapa pun yang dijumpainya. Begitu juga dia akan mengetuk setiap rumah dan memberikan artikel itu kepada penghuninya. Setelah dua jam, hanya tersisa satu artikel “Jendela Surga” ada pada tangannya. Dia merasa tanggung jawabnya tidak selesai jika masih ada artikel di tangannya. Dia berputar-putar ke sana dan ke mari mencari siapa yang akan diberi artikel terakhirnya itu namun gagal. Akhirnya dia melihat satu rumah yang agak menjorok ke dalam dari jalan itu dan akhirnya dia melangkahkan kakinya menghampiri rumah itu. Dan begitu sampai di depan rumah itu, lantas ditekannya bel rumah itu sekali. Ditunggunya sebentar dan ditekan sekali lagi namun tiada jawaban. Diketuk pula pintu itu namun tidak juga ada jawaban. Seolah ada sesuatu yang memeganginya sehingga anak itu enggan pergi, mungkin rumah inilah harapannya agar artikel ini diserahkan. Dia mengambil keputusan menekan bel sekali lagi. Akhirnya pintu rumah itu dibuka. Berdiri di depan pintu adalah seorang perempuan sekitar umur 50 tahun. Mukanya suram dan sedih. “Nak, apa yang bisa ibu bantu?” Wajahnya bersinar-sinar seolah-olah malaikat yang turun dari langit. “Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu. Saya datang ini hanya ingin menyerahkan artikel terakhir ini dan Ibu adalah orang yang paling beruntung”. Dia senyum dan tunduk hormat sebelum melangkah pergi. “Terima kasih nak dan Tuhan akan melindungi kamu” Dengan nada yang lembut. Minggu berikutnya sebelum waktu shalat Jum’at dimulai, seperti biasa Imam naik ke atas mimbar untuk memberikan informasi sekitar masalah dan perkembangan yang terjadi di masjid itu. Sebelum selesai dia bertanya ” Ada yang ingin bertanya sesuatu?”

Tiba-tiba ada yang bangun dengan perlahan dan berdiri. Dia adalah perempuan separuh baya. “Saya rasa tidak ada yang mengenal saya. Saya tak pernah hadir ke majlis ini. Untuk anda sekalian ketahui, bahwa saya bukanlah orang islam. Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu dan meninggalkan saya seorang diri dalam dunia ini.” Air mata mulai bergenang di kelopak matanya. “Pada hari Jum’at lalu saya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Jadi saya ambil kursi dan tali. Saya ikat ujung tali di galang atas dan ujung satu lagi saya ikatkan di leher. Ketika saya mau terjun, tiba-tiba bel rumah saya berbunyi. Saya tunggu sebentar, pada anggapan saya, siapa pun yang menekan itu akan pergi jika tidak dijawab. Kemudian ia berbunyi lagi. Kemudian saya mendengar ketukan dan bel ditekan sekali lagi”. “Saya jadi penasaran siapakah yang datang, sehingga saya longgarkan tali di leher dan terus pergi ke pintu” “Seumur hidup saya belum pernah saya melihat anak yang comel itu. Senyumannya benar-benar ikhlas dan suaranya seperti malaikat”. “Ibu, maaf saya mengganggu, saya hanya ingin menyampaikan kabar gembira dari ALLAH karena sesungguhnya Allah amat sayang dan senantiasa memelihara Ibu” Itulah kata-kata yang paling indah yang saya dengar”. “Saya melihatnya pergi kembali menyusuri hujan. Saya kemudian menutup pintu dan terus baca artikel itu. Akhirnya kursi dan tali kuletakkan kembali ditempat semula. “Aku tak perlukan itu lagi”. “Lihatlah, sekarang saya sudah menjadi seorang yang bahagia, Di belakang artikel terdapat alamat ini dan itulah sebabnya saya di sini hari ini dan saya ingin masuk islam. Jika tidak disebabkan malaikat kecil yang datang pada hari itu tentunya saya sudah menjadi penghuni neraka”

Tak satu pun anak mata di masjid itu yang masih kering. Ramai pula yang berteriak dan bertakbir “ALLAHUAKBAR!” Imam lantas turun dari mimbar dan memeluk anaknya yang berada di kaki mimbar dan tak terasa air matanya pun mengalir. Hari Jum’at ini adalah hari paling indah dalam hidupnya. Tiada anugerah yang amat besar dari hari ini. Yaitu anugerah yang sekarang berada di dalam pelukannya. Seorang anak laksana malaikat. Biarkanlah air mata itu menetes. Air mata itu anugerah ALLAH kepada makhlukNya yang penyayang.

Agar Anak Mencintai Ilmu

Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan perumpamaan mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air. (HR ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra.).



Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Alllah.Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:



1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.



2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.



3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu: 1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar. 2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat. 3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.



Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.



4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka. Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya.” Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.



5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR ath-Thabrani).



6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18 tahun.



7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya….”



8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. 

Demokrasi dalam Sholat

Demokrasi pada sebagian orang terkadang dimaknai dengan beraneka ragam apresiasi,munculnya banyak partai yang menghasilkan pemimpin pada tiap partai yang dibangun adalah gambaran bagaimana sebuah komuniti terbentuk dan bagaimana menaati pimpinannya,menegur kesalahan pimpinannya lalu memberikan solusi tentang apa yang seharusnya diperbuat. Gambaran seperti ini sepertinya terkadang bentrok kepentingan atau bahkan enggan untuk dibahas karena adanya antipati dari dampak-dampak negatif dari apa yang dihasilkan mulai dari perekrutan pimpinan,anggota dan aturan yang kurang jelas.Gambaran ini juga hampir sama dengan fenomena Pilkada,bahkan pemilihan sebuah kepala Negara.



Mungkin berangkat dari permasalahan yang muncul dapat kita sikapi untuk flash back dengan berani bertanya: "mengapa kita tidak belajar berdemokrasi dari shalat 5 waktu,yang setiap hari kita lakukan?"



Lho dari apanya shalat kita bisa belajar berdemokrasi? ....pertanyaan ini mungkin bisa muncul dari siapa saja diantara kita.



MEMILIH PEMIMPIN /IMAM

Pemilihan Imam dalam shalat adalah hal yang unik dimana tidak sembarangan orang akan berani mengajukan diri sebagai Iman diantara sekian banyak jemaah yang hadir kala itu,artinya semua yang ada dalam jemaah itu harus mengukur diri/mengaca/mengintropesksi apakah ia lebih pantas menjadi Imam diantara sekian yang ada,apakah sesalehan,kefasihan bacaan,kemampuannya mendapat pengakuan sehingga ia dianggap pantas menjadi imam....yang berat dari menjadi imam adalah tanggung-jawab yang besar kepada Allah karena sadar ia sedang menggenggam amanat yang besar. Ungkapan ini menyiratkan siapapun untuk mengukur diri baik kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat sekitarnya apabila ingin menjadi Pemimpin karena pada saat menjadi pemimpin ada amanat yang amat besar pada pundaknya.



MEMATUHI ATURAN / RULE

Seorang yang telah menjadi Imam dalam shalat bukan berarti ia dapat seenaknya untuk mengendalikan sebuah aturan baku yang telah ditetapkan dengan membelokkan kepada aturan lain yang tidak pernah direkomendasikan,termasuk menaati waktu yang telah ditetapkan. Ungkapan ini menyiratkan bahwa Pemimpin-pun wajib hukumnya mengikuti aturan atau ketetapan yang telah baku bersama-sama bawahannya dan bukan hanya bawahannya saja yang harus taat....keluar dari ketetapan yang ada merupakan sebuah kesalahan yang berjamaah/kolektif dan itu sangat fatal



KOREKSI KESALAHAN

Seorang Imam adalah juga manusia biasa yang tidak lepas dari alfa dan salah maka dalam tatanan shalat para Makmum (jemaah yang mengikuti)yang mengetahui dan menyadari kesalahan dari Imamnya dengan warning: SUBHANAALLAH (Allah Tuhan Yang Maha Suci),langsung mengkoreksi atau menyadarkan Imam tentang kekeliruannya dengan meluruskan atau melanjutkan penggalan kesalahan agar ia ingat lalu melanjutkan kembali pada jalur yang benar. Ungkapan ini menyiratkan bahwa Pemimpin bukan tidak mungkin melakukan kesalahan maka ketika ada kesalahan yang dilakukan,tegur pemimpin itu lalu berikan masukan mana yang benar...agar ia menyadari bahwa ia melakukan kesalahan dan bawahannya telah mengingatkan.



KEDUDUKAN / DERAJAT

Dalam shalat perbedaan derajat atau kedudukan tidak pernah ada pengkotakkan,semua sama dengan posisi yang sama dan dengan kerendahan yang sama, Imam-pun sama rendahnya dengan makmumnya yang membedakannya adalah amanat yang ia sandang maka ia berada pada posisi terdepan. Setiap lini dalam shalat adalah mengisi bagian terdepan,merapatkannya dan menguatkannya...yang lambat datang maka berada pada bagian belakang,kaya dan miskin bergandengan dan berbaur tanpa harus memisahkan diri menjadi barisan lain.



Ungkapan ini menyiratkan pada kita untuk meletakan hak-hak kita sama dengan hak-hak saudara kita yang lain,baik ia kaya ataupun miskin...merapatkan persaudaraan adalah kebaikan yang menguatkan persatuan diantara kita



Al Imam Ahmad berkata, "Sesungguhnya kualitas keislaman seseorang adalah tergantung pada kualitas ibadah sholatnya. Kecintaan seseorang kepada Islam juga tergantung pada kecintaan dalam mengerjakan sholat. Oleh karena itu kenalilah dirimu sendiri wahai hamba Allah! Takutlah kamu jika nanti menghadap Allah Azza Wa Jalla tanpa membawa kualitas keislaman yang baik. Sebab kualitas keislaman dalam hal ini ditentukan oleh kualitas ibadah sholatmu." (Ibn al Qayyim, ash Sholah, hal 42 dan ash Sholah wa hukmu taarikihaa, hal 170-171)

Rabu, 10 November 2010

Sholat dan Otak Manusia

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa menghadap Allah (meninggal dunia),sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan tsb)". Hadist RiwayatTabrani.



Sholat itu Bikin Otak Kita Sehat" Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah' (Q.S Al Kautsar:2)



Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.



Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk di akal kita ???????



Seorang Doktor di Amerika ( Dr. Fidelma) telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.



Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membukasebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.



Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.



Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah.



Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena Sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.



Kesimpulannya :Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan Secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.



Sumber : National Geographic 2002 Road to Mecca



MARI KITA PERBANYAK SUJUD AGAR OTAK KITA SEHAT & SEGAR SELALU

Kasih Ibu Sepanjang Hayat

Alkisah di suatu desa ada seorang ibu yang sudah tua hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang Ibu sering sekali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya . Adapun anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk, yaitu suka mencuri, berjudi,mengadu ayam, dan banyak lagi yang membuat si ibu sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Namun begitupun ibu tua itu selalu berdoa kepada Tuhan, “Tuhan tolong Kau sadarkan anakku yang ku sayangi, supaya ia tidak berbuat dosa lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan aku ingin menyaksikan dia bertobat, sebelum Aku mati”.

Namun semakin lama si Anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Sudah sangat sering ia keluar masuk bui karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari ia kembali mencuri di sebuah rumah penduduk desa. Namun malang nasibnya akhirnya ia tertangkap oleh penduduk yang kebetulan lewat. Kemudian dia dibawa ke hadapan Raja untuk diadili sesuai dengan kebiasaan di Kerajaan tersebut. Setelah ditimbang berdasarkan sudah seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun lagi si Anak tersebut dijatuhi hukuman Pancung.Pengumuman hukuman itu disebarkan ke seluruh desa.

Hukuman pancung akan dilakukan keesokan harinya didepan rakyat desa dan kerajaan tepat pada saat lonceng kerajaan berdentang menandakan pagi. Berita hukuman itu sampai juga ke telinga si Ibu. Dia menangis, meratapi Anak yang sangat dikasihinya. Sembari berlutut dia berdoa kepada Tuhan.”Tuhan, Ampunilah Anak Hamba.Biarlah HambaMu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan kesalahannya.” Dengan tertatih-tatih dia mendatangi Raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan, tapi keputusan sudah bulat, si Anak tetap harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur si Ibu kembali ke rumah .Tidak berhenti dia berdoa supaya anaknya diampuni.Karena kelelahan dia tertidur dan bermimpi bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan ,rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut. Sang Algojo sudah siap dengan Pancungnya, dan si Anak tadi sudah pasrah menantikan saat ajal menjemputnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali perbuatannya.Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan , lonceng kerajaan belum juga berdentang. Suasana mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya.

Akhirnya didatangi petugas yang membunyikan lonceng kerajaan. Dia Juga mengaku heran, karena sudah sedari tadi dia menarik lonceng tapi, suara dentangnya tidak ada. Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali yang dipegangnya mengalir darah, darah tersebut datangnya dari atas, berasal dari tempat di mana Lonceng diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu. Tahukah Anda apa yang terjadi?

Ternyata di dalam lonceng besar itu ditemui tubuh si Ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk Bandul di dalam lonceng yang mengakibatkan lonceng tidak berbunyi, sebagai gantinya kepalanya yang terbentur ke dinding lonceng . Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si Anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan.Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke Atas dan mengikat dirinya di lonceng tersebut serta memeluk besi di dalam lonceng,untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Ibumu Malaikatmu

Suatu ketika seorang bayi siap untuk dilahirkan kedunia,menjelang diturunkan dia bertanya kepada Tuhan “para Malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia,tetapi bagaimana cara saya hidup? saya begitu kecil dan lemah” kata si bayi. Tuhan menjawab,”aku telah memilih satu malaikat untukmu ia akan menjaga dan mengasihimu” “tapi di surga apa yang saya lakukan hanya menyanyi dan tertawa,ini cukup bagi saya untuk bahagia” demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab,”malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih berbahagia” Si bayi pun bertanya kembali,”dan apa yang dapat saya lakukan jika ingin berbicara kepadaMu?” Sekali lagi Tuhan menjawab,”malaikatmu akan mengajari bagaimana cara kamu berdoa” Si bayi masih belum puas,ia pun bertanya lagi “tapi Tuhan,saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat,siapa yang akan melindungiku?” Dengan penuh kesabaran,Tuhan menjawab “malaikatmu akan melindungimu dengan taruhan jiwanya sekalipun” Si bayi tampak belum puas dan tetap melanjutkan pertanyaannya “Tapi saya akan bersedih karena tidak dapat melihatMu lagi” Dan Tuhan pun menjawab “Malaikatmu akan menceritakan tentang aku dan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaKu,walaupun ssungguhnya AKU selalu berada dekat denganmu” Saat itu surga begitu tenangnya sehingga suara dari bumi dapat terdengar kemudian sang bayi dengan suara lirih bertanya “Tuhan…..jika memang saya harus pergi bisakah Engkau memberi tahu siapa nama malaikat di rumahku nanti?” “kamu dapat memanggil malaikatmu dengan sebutan …..IBU…..

Bersama Seorang Pemuda Penggali Kubur

Diriwayatkan dari Ibnu Hubaiq: Riwayat dari ayahku yang berkata, Yusuf bin Asbath pernah bertemankan seorang pemuda dari Teluk, yang tidak pernah berbincang-bincang dengannya (Yusuf) selama sepuluh tahun. Akan tetapi, Yusuf mengetahui kerisauan dan kecemasan hati pemuda itu dan juga ketekunannya melakukan ibadat pada siang mahupun malam hari. Kepada pemuda itu Yusuf pernah berkata, "Apa sebenarnya pekerjaanmu dahulu, sehingga aku lihat dirimu selalu tertunduk menangis?" "Dahulu aku adalah seorang penggali kubur," jawabnya. "Apa yang pernah kamu lihat saat berada di liang lahat?" tanya Yusuf meminta penjelasan. "Aku melihat rata-rata muka mereka dipalingkan dari arah kiblat, kecuali beberapa orang saja," kata pemuda itu. "Kecuali beberapa orang saja?" tanya Yusuf dengan penuh heran.

Setelah berkata demikian, Yusuf pun gelisah dan fikirannya tidak tenteram. Oleh itu dia memerlukan ubat untuk menyembuhkan kegelisahannya. Ibnu Hubaiq meneruskan ceritanya, "Ayahku berkata: Kami lalu memanggil doktor Sulaiman untuk mengubati Yusuf. Setelah mendapatkan perawatan yang teratur, Yusuf pun sihat kembali seperti sediakala dan dia pun berkata, "Kecuali hanya sedikit saja!" Yusuf terus-menerus mengucapkan demikian, dan lantaran itu dia mendapatkan perawatan terus agar fikirannya normal kembali. Ketika doktor Sulaiman selesai mengobati dan hendak pulang, Yusuf berkata kepada orang-orang yang menungguinya, "Apa yang mesti kalian berikan kepada doktor itu?"

"Dia tidak mengharapkan apa-apa darimu," jawab kami semua. "Subhanallah! Kalian telah berani mendatangkan doktor kerajaan, akan tetapi, aku tidak memberikan sesuatu pun kepadanya," kata Yusuf. "Berikan kepadanya uang beberapa dinar!" kata kami kepada Yusuf. Ambillah ini dan berikan kepadanya serta tolong beritahukan kepadanya bahawa aku tidak memiliki sesuatu pun, kecuali sekadar ini, agar dia tidak berprasangka bahwa aku ini mempunyai harga diri yang lebih rendah daripada para raja," kata Yusuf.

Yusuf kemudian menyerahkan sebuah kantong berisi uang sebanyak lima belas dinar dan diberikannya kepadaku. Selanjutnya kuserahkan uang tersebut kepada doktor Sulaiman atas pertolongannya kepada Yusuf. Sejak peristiwa itu Yusuf akhirnya tekun menganyam tikar dari daun kurma hingga akhir hayatnya. Dan diriwayatkan dari Hubaiq yang mengatakan: Yusuf bin Asbath pernah berkata, "Dari ayahku, aku mendapatkan harta waris berupa tanah seharga lima ratus dinar yang terletak di daerah Kufah. Akan tetapi, pada akhirnya terjadilah perselisihan di antara saudara-saudaraku, kerana itu aku meminta pendapat kepada Hasan bin Shaleh. Hasan bin Shaleh lalu berkata kepadaku, "Aku tidak ingin kamu terlibat pertentangan dengan mereka, hanya disebabkan masalah tanah yang akan kita masuki kelak." Demikianlah atas saranan Hasan bin Shaleh itu, maka kurelakan tanah itu kepada mereka secara ikhlas kerana Allah SWT semata sebab aku menyedari bahawa diriku adalah bahagian daripada tanah.

Penduduk Surga

Di dalam kitab Al-Multaqith diceritakan, bahawa sebagian bangsa Alawiyah ada yang bermukim di daerah Balkha. Ada sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri dengan beberapa anak wanita mereka. Keadaan keluarga tersebut serba kekurangan.



Ketika suaminya meninggal dunia, isteri beserta anak-anak wanitanya meninggalkan kampung halamannya pergi ke Samarkand untuk menghindari ejekan orang di sekitarnya. Kejadian tersebut berlaku pada musim dingin. Saat mereka telah memasuki kota, si ibu mengajak anak-anaknya singgah di masjid, sementara dirinya pergi untuk mencari sesuap nasi.



Di tengah perjalanan si ibu berjumpa dengan dua kelompok orang, yang satu dipimpin oleh seorang Muslim yang merupakan tokoh di kampung itu sendiri, sedang kelompok satunya lagi dipimpin oleh seorang Majusi, pemimpin kampung itu. Si ibu tersebut lalu menghampiri tokoh tersebut dan menjelaskan mengenai dirinya serta berkata, "Aku mohon agar tuan berkenan memberiku makanan untuk keperluan malam ini!" "Tunjukkan bukti-bukti bahawa dirimu benar-benar bangsa Alawiyah," kata tokoh orang Muslim di kampung itu. "Di kampung tidak ada orang yang mengenaliku," kata ibu tersebut.



Sang tokoh itu pun akhirnya tidak menghiraukannya. Seterusnya dia hendak memohon kepada si Majusi, pemimpin kampung tersebut. Setelah menjelaskan tentang dirinya dengan tokoh kampung, lelaki Majusi lalu memerintahkan kepada salah seorang anggota keluarganya untuk datang ke masjid bersama si ibu itu, akhirnya dibawalah seluruh keluarga janda tersebut untuk tinggal di rumah Majusi yang memberinya pula pelbagai perhiasan serba indah.



Sementara tokoh masyarakat yang beragama Islam itu bermimpi seakan-akan hari Kiamat telah tiba dan panji kebenaran berada di atas kepala Rasulullah SAW. Dia pun sempat menyaksikan sebuah istana tersusun dari zamrud berwarna hijau. Kepada Rasulullah SAW. dia lalu bertanya, "Wahai Rasululah! Milik siapa istana ini?" "Milik seorang Muslim yang mengesakan Allah," jawab baginda. "Wahai Rasulullah, aku pun seorang Muslim," jawabnya. "Cuba tunjukkan kepadaku bahawa dirimu benar-benar seorang Muslim yang mengesakan Allah," sabda Rasulullah SAW. kepadanya. Tokoh di kampung itu pun bingung atas pertanyaan baginda, dan kepadanya Rasulullah SAW. kemudian bersabda lagi, "Di saat wanita Alawiyah datang kepadamu, bukankah kamu berkata kepadanya, "Tunjukkan mengenai dirimu kepadaku!" Kerananya, demikian juga yang harus kamu lakukan, iaitu tunjukkan dahulu mengenai bukti diri sebagai seorang Muslim kepadaku!"



Sesaat kemudian lelaki muslim itu terjaga dari tidurnya dan air matanya pun jatuh berderai, lalu dia memukuli mukanya sendiri. Dia berkeliling kota untuk mencari wanita Alawiyah yang pernah memohon pertolongan kepadanya, hingga dia mengetahui di mana kini wanita tersebut berada.



Lelaki Muslim itu segera berangkat ke rumah orang Majusi yang telah menampung wanita Alawiyah beserta anak-anaknya. "Di mana wanita Alawiyah itu?' tanya lelaki Muslim kepada orang Majusi. "Ada padaku," jawab si Majusi. "Aku sekarang menghendakinya," ujar lelaki Muslim itu. "Tidak semudah itu," jawab lelaki Majusi. "Ambillah wang seribu dinar dariku dan kemudian serahkan mereka padaku," desak lelaki Muslim. "Aku tidak akan melepaskannya. Mereka telah tinggal di rumahku dan dari mereka aku telah mendapatkan berkatnya," jawab lelaki Majusi itu. "Tidak boleh, engkau harus menyerahkannya," ujar lelaki Muslim itu seolah-olah mengugut.



Maka, lelaki Majusi pun menegaskan kepada tokoh Muslim itu, "Akulah yang berhak menentukan apa yang kamu minta. Dan istana yang pernah kamu lihat dalam mimpi itu adalah diciptakan untukku! Adakah kamu mahu menunjukkan keislamanmu kepadaku? Demi Allah, aku dan seluruh keluargaku tidak akan tidur sebelum kami memeluk agama Islam di hadapan wanita Alawiyah itu, dan aku pun telah bermimpi sepertimana yang kamu mimpikan, serta Rasulullah SAW. sendiri telah pula bersabda kepadaku, "Adakah wanita Alawiyah beserta anaknya itu padamu?" "Ya, benar," jawabku. "Istana itu adalah milikmu dan seluruh keluargamu. Kamu dan semua keluargamu termasuk penduduk syurga, kerana Allah sejak zaman azali dahulu telah menciptakanmu sebagai orang Mukmin," sabda baginda kembali.